PKS NEWS UPDATE:
« »

Sunday, December 8, 2013

Mahasiswa IAIN: “PKS lebih baik dibandingkan partai politik yang lain"

“Sejauh ini PKS lebih baik dibandingkan partai politik yang lain. Kita harus dukung PKS!” demikian diungkapkan Ritno, mahasiswa semester tiga IAIN Raden Intan Bandar Lampung saat sesi diskusi dalam fieldtrip dan studi ilmu politik di DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lampung Selasa kemarin (03/12/2013).

Sedangkan menurut Dr. Nadirsyah, dosen Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan, pengurus dan kader PKS umumnya anak muda yang enerjik, militan, dan kokoh secara ideologis. “Harus diakui, apapun pemberitaan tentang PKS dan mantan pimpinannya terakhir-terakhir ini, PKS tetap menjadi partai yang kuat secara kaderisasi dan disiplin menegakkan sistem internal partainya,” ujar Nadirsyah.

Fieldtrip yang dihadiri 40 dosen dan mahasiswa semester tiga dan lima Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Bandar Lampung  ini antara lain bertujuan untuk mengenal profil PKS dan kontribusi PKS dalam pembangunan provinsi Lampung. “Tujuan kegiatan ini agar mahasiswa mampu memenuhi kompetensi yang ingin dicapai. Jadi ngga hanya mengerti teori,” ujar Pembantu Dekan I Fakultas Ushuluddin Suhandi, M. A.

Mahasiswa peserta kunjungan nampak antusias mengikuti jalannya diskusi. Pertanyaan yang diajukan mahasiswa seputar pengkaderan,kegiatan sosial kemasyarakatan, persiapan pemilu, dan peran perempuan dalam partai.

“Apa yang selama ini kita pelajari di kampus hanya bersifat teori. Melalui kunjungan ini kami berharap dapat memahami bagaimana praktek yang dilakukan partai politik di lapangan,” ujar Fajar Nurhadianto, salah satu mahasiswa.

Satu hal yang menjadi pertanyaan peserta kunjungan adalah mengenai kiprah wanita di PKS.

“PKS memiliki Bidang Perempuan yang khusus melakukan pembinaan terhadap perempuan. Kegiatan yang kami lakukan di antaranya pembinaan rutin keagamaan, training terkait parenting skill, juga pemberdayaan Pos Ekonomi Keluarga (Pos Eka),” jelas Ketua Bidang Perempuan Linda Wuni.

Mahasiswa yang hadir tampak semakin antusias saat dijelaskan bahwa PKS juga mempunyai program terkait keluarga melalui program kuliah pra nikah hingga konseling keluarga dan pendidikan anak. Menurut Linda, untuk memberikan ruang kontribusi wanita dalam pembangunan, PKS menyediakan kursi  untuk caleg perempuan di tingkat provinsi lebih dari 30%.

Ketika ditanya mengenai dampak pemberitaan negatif PKS di media masa terhadap kinerja kader partai, Ibu Linda menjawab dengan tegas. “Itu tidak berpengaruh terhadap kinerja kami, justru semakin besar badai yang menerpa PKS, PKS semakin kuat dan kokoh,” terang beliau.

Hadir pula dalam kesempatan tersebut Ketua Jurusan Studi Pemikiran Politik Islam IAIN Raden Intan Dr. Effendy, Sekretaris Eksekutif Tim Pemenangan Pemilu Wilayah (TPPW) Fahmi Sasmita dan Ketua Bidang Humas DPW PKS Lampung Detti Febrina. [Reporter: Eva]


http://www.pkspiyungan.org/2013/12/mahasiswa-pks-lebih-baik-dibandingkan.html


Warga DKI: "Sebelum kami meminta, PKS sudah datang membantu" | #BanjirJakarta

JAKARTA - Musim hujan telah tiba, dan banjir kembali menyapa warga ibu kota. Hujan lebat yang terjadi hari Kamis (15/12) membuat sebagian wilayah Jakarta mengalami banjir seperti di wilayah kelurahan Ciracas Jakarta Timur.

Dan sekali lagi, kader-kader dan pengurus PKS kembali membuktikan mereka tanpa gembar gembor langsung membantu korban banjir.

Pagi hari pertama banjir melanda, Jumat (6/12), kader pengurus dan relawan PKS langsung terjun menerebos banjir menghampiri rumah-rumah warga yang terkepung banjir untuk membagikan nasi bungkus. Termasuk yang terjun langsung adalah aleg PKS DPR RI, ustadz Ahmad Zainudin, Lc.

Spontan warga merasa surprises dengan kedatangan relawan PKS yang membagikan nasi bungkus dan keperluan darurat lain. Warga pun berkomentar, "Sebelum kami meminta, PKS sudah datang membantu."

*sumber:  DPRa PKS Ciracas (@PKSCiracas on twitter)

http://www.pkspiyungan.org/2013/12/warga-dki-sebelum-kami-meminta-pks.html

Politik dan Sejarah | Anis Matta




Politik dan Sejarah

Oleh M Anis Matta
Presiden Partai Keadilan Sejahtera

POLITIK bisa punya banyak makna dan kebanyakan dari pemaknaan itu bertalian dengan kekuasaan. Tidak salah, tetapi saya ingin membahas politik dari sudut pandang yang berbeda. Saya ingin memahami politik sebagai ”industri” pemikiran. Sebagai bursa pemikiran, politik bertugas memberi arah bagi kehidupan masyarakat. Politik terancam gagal jika masyarakatnya mengalami rasa kehilangan arah yang dituju (sense of direction). Hilangnya sense of direction tersebut tampak dari suasana hati publik (public mood) yang diwarnai kemarahan dan kecemasan kolektif, menggantikan kepercayaan dan harapan kolektif mereka.

Agar dapat menjalankan tugas memberi arah itu, politik—dalam arti kehidupan politik secara keseluruhan—harus mampu memahami, merekam, dan menangkap perubahan fundamental yang terjadi di tengah masyarakat serta memberi arah yang benar bagi perubahan itu.

Jika kita melihat rentang sejarah, dinamika perubahan sosial merupakan interaksi empat elemen: manusia, ide, ruang, dan waktu. Manusia adalah pusat perubahan karena merupakan pelaku atau aktor di mana ruang dan waktu merupakan panggung pertunjukannya. Ide jadi penggerak manusia dalam seluruh ruang dan waktunya. Setiap kali ada perubahan yang penting dalam ide-ide manusia, kita akan menyaksikan perubahan besar dalam masyarakat mengikutinya.

Manusia bergerak dalam ruang dan waktu secara dialektis, antara tantangan dan respons terhadap tantangan tersebut. Ide atau gagasan yang memenuhi benak manusia merupakan manifestasi dari dinamika dialektis itu. Hidup manusia bergerak dan terus bertumbuh karena merespons tantangan di sekelilingnya. Hasil dari respons baru tersebut selanjutnya melahirkan tantangan-tantangan baru yang menuntut respons-respons baru. Begitu seterusnya.

Dalam perspektif itulah, politik bertemu dengan sejarah. Sejarah adalah cerita tentang manusia di tengah seluruh ruangnya dalam rentang waktu yang panjang. Sejarah adalah cerita tentang tiga orang: orang yang sudah meninggal, orang yang masih hidup, dan orang yang akan lahir. Jika politik ingin memahami drama perubahan sosial secara komprehensif, politik harus memahami cerita tentang tiga orang itu. Politik menjadi dangkal jika ia hanya memahami cerita tentang satu orang, yaitu orang yang masih hidup. Itu adalah jebakan kekinian, di mana kita tampak seperti telah menyelesaikan masalah hari ini ketika sebenarnya yang kita lakukan justru memindahkan beban masalah itu kepada generasi yang akan lahir esok hari.

Berpijak pada sejarah

Jika sejarah adalah cerita tentang hari kemarin, hari ini, dan hari esok, sejarah bukan saja metode untuk memahami masa lalu dan masa kini, melainkan juga menjadi jalan paling efektif menemukan alasan untuk tetap berharap bahwa esok hari cerita hidup kita akan lebih baik.

Membaca sejarah adalah cara menemukan harapan. Harapanlah yang membuat kita rela dan berani melakukan kebajikan-kebajikan hari ini walaupun buah kebajikan itu akan dipetik mereka yang baru akan lahir esok hari. Tugas politik adalah memberi arah bagi kehidupan masyarakat agar mereka merasa memiliki satu arah yang dituju, memiliki orientasi. Rasa memiliki arah ini merupakan sumber kepercayaan diri dan harapan yang kuat bagi masa depan.

Sebaliknya, chaos dan anomi membuat orang merasa tersesat dan limbung. Untuk dapat menemukan arah itulah, kehidupan politik harus berpijak pada sejarah. Berpijak pada sejarah tidak berarti melulu melihat ke belakang atau memuja kejayaan masa lalu; berpijak pada sejarah harus dimaknai sebagai keyakinan merancang masa depan.

Muatan sejarah menghindarkan politik dari kedangkalan dan membawanya pada kedalaman kesadaran. Dengan memahami sejarah, politik akan bergeser dari pandangan sempit sekadar berebut kekuasaan menuju keluasan cakrawala pemikiran, dari sekadar perdebatan mengurusi kenegaraan menjadi perbincangan arsitektur peradaban.

Pertanyaan yang segera menghadang kita adalah apa yang akan terjadi pada Pemilu 2014? Apakah pesta demokrasi tahun depan itu sekadar menjadi ajang peralihan kekuasaan secara damai, sesuatu yang business as usual di dalam demokrasi?

Pemilu 2014 adalah momentum peralihan sejarah yang didorong oleh perubahan struktur demografis Indonesia. Penduduk berusia 45 tahun ke bawah mencapai sekitar 60 persen dari populasi. Bukan sekadar mendominasi dari segi jumlah, kelompok ini bercirikan pendidikan yang tinggi, kesejahteraan yang membaik, dan terkoneksi dengan dunia luar melalui internet. Kita juga menyaksikan lahirnya native democracy, yaitu mereka yang sejak lahir hanya mengenal demokrasi. Pemilih pemula yang berusia 17 tahun pada 2014 adalah mereka yang lahir pada 1997. Mereka tidak merasakan perbedaan suasana otoriter pada masa Orde Baru dengan kebebasan pada masa kini. Bagi mereka, demokrasi dan kebebasan adalah sesuatu yang terberi (given) dan bukan hasil perjuangan berdarah-darah.

Mayoritas baru ini memerlukan jawaban baru dari partai politik. Ada hal-hal yang akan dianggap usang. Mereka ingin melihat visi dan agenda baru. Untuk menjawab tantangan itu, politik harus bisa mendefinisikan di mana kita berada sebagai sebuah bangsa dan sebuah entitas peradaban sekarang ini. Sejumlah gelombang sejarah telah kita lalui sebagai negara-bangsa dan banyak pelajaran penting yang dapat kita sarikan. Pertanyaan mendasar ini menghindarkan kita dari jebakan kedangkalan politik. Sejarah adalah kompas bagi politik dalam mengarungi masa yang akan datang. []



*Kolom Opini KOMPAS (7/12/2013)

Sumber; http://www.pkspiyungan.org/2013/12/politik-dan-sejarah-anis-matta.html

"Hukum Takkan Tegak oleh Kebencian | Belajar dari Mandela" by @Fahrihamzah

Dalam relativitas hukum kita berdoa agar kita tak menjadi korban...

Seperti Firman Tuhan, "Dan takutlah kamu pada finah yg tak saja menimpa orang zalim..."(al-anfal 25).

Sudah terlalu banyak orang baik yang kena fitnah...

Sudah terlalu banyak hukum yang salah arah...

Hukum tidak selayaknya menyasar orang baik yg keliru...atau lugu..

Hukum selayaknya hanya mengejar penjahat...orang2 yang sakit jiwanya sehingga tak bisa membedakan benar salah..

Atau hukum hanya bagi yang meyakini bahwa jalan jahat adalah jalan hidup...

Karena itu, terlalu banyak filsafat dalam hukum yang niatnya "memaafkan"...

"1000 salah membebaskan lebih baik dari pada 1 salah menghukum"..indubio proreo...misalnya...

Atau aparat penegakan hukum..."dapat menghentikan perkara demi kepentingan umum atau demi hukum.."

Bahkan presiden tak bisa menghukum tapi presiden dapat memberikan grasi, amnesti dan rehabilitasi...

Semua ini menandakan bahwa kegemaran menghukum seperti sekarang bukanlah inti dari hukum...

Karena Tuhan pun maha pengampun...innAllaha ghafururrahiim...

Saya takkan mengajak kita pada masyarakat tak taat hukum...mustahil..

Tapi saya takkan mau terlibat dalam kemarahan akibat kampanye anti korupsi..

Kampanye dan kemarahan telah merusak citarasa bangsa ini pada hukum dan keadilan...

Kampanye dan kebencian telah merusak objektifitas kita dan nalar orang2 pintar yg emosional..

Mood publik telah dirusak oleh kombinasi kepemimpinan lemah dan lembaga negara yang mencari popularitas...

Pemimpin dan lembaga publik telah keluar dari keharusan menyelesaikan masalah menuju kampanye pencitraan..

Buat mereka ini yang penting didukung media toh publik tidak tahu...anjing menggonggong kafila berlalu...

Lalu kita semua melihat kegeraman dan kekecewaan dan kegusaran..menyebar seperti airbah..aku tertegun. .

Narasi anti korupsi ini telah menyamai kampanye anti komunis dulu.

Kampanye anti komunis dan PKI dilakoni oleh orde baru dalam waktu lama. ..orde baru kuat..

Suka atau tidak, Suharto naik karena jasa memberantas PKI yg dituduh melakukan gestapu...

Wajar kalau kemudian orde baru terjebak memakai kampanye "anti komunis" sebagai cara menjaga negara...

Tapi apakah pantas pola yang sama dipakai untuk kampanye "anti korupsi?"..

Itulah yang saya takkan percaya...era itu telah kita akhiri dan wajib kita akhiri...

Hukum takkan tegak oleh ideologi dan kampanye...apalagi kebencian dan provokasi...

Hukum tegak demi kehidupan bersama justru oleh permaafan dan jiwa besar...

Karena itu jika semakin besar kekuasaan yang kita pegang seharusnyalah ampunan lebih diutamakan..

Orang tak memahami ini dengan baik sampai kemarin kita kehilangan Nelson Mandela...

Apakah yang diajarkan Mandela pada dunia... kalau kita ambil satu adalah betapa dahsyatnya efek permaafan...

Setelah 27 tahun dipenjara dalam rezim apartheid seharusnya Mandela dapat meniru Orde Baru.....

Setelah keluar penjara tahun 1990 seharusnya Mandela bisa memakai jargon "anti apartheid" untuk membangun kekuatan..

Apartheid tak hanya dibenci di afrika tapi seluruh dunia...harusnya Mandela ambil untung...tapi tidak..

Sebelum meninggalkan penjara pulau Ruben, Mandela memeluk kalapasnya dan memaafkannya...

Kelak tahun 1994 ketika dilantik sebagai presiden Afrika Selatan di kursi depan para tamu ia mengundang seorang pria...

Pria itulah yang setiap pagi mengencinginya dalam penjara pulau Ruben...ia maafkan dan ia muliakan...

Afrika Selatan, menurut Mandela takkan bisa keluar dari masalah oleh parade pengadilan HAM kaum aphartheid...

Memang sulit mengatasi kemarahan kelompok kulit hitam mayoritas yang terzalimi...tapi jiwa besar Mandela menjawabnya.

Apakah Mandela tidak komit pada penegakan hukum? Apakah Mandela seorang aphartheid?

Jawaban Mandela selalu di atas itu... "memaafkan tapi tidak melupakan" ...kata dia.

Di tengah masalah yang tidak selesai dan di tengah kegemaran menggantung masalah maka Mandela jadi sangat relevan.

Alkisah...suatu hari mandela datang ke Bandung tahun 1992 untuk peringatan konferensi Asia Afrika ia merasa ada yg aneh.

IA TIDAK melihat gambar Sukarno satupun... tokoh yang ia kagumi dan sering dengar suaranya tanpa melihat...

Memang foto sukarno terlarang di masa orba. Hanya di tempat tertentu ia dibolehkan. Itulah kita..beda dengan Mandela..

Kita memerlukan jiwa Mandela untuk Indonesia yang akan datang...

Raksasa besar ini harus dipimpin oleh pikiran raksasa...yang akan membuatnya kembali jadi raksasa...

Kata emha, kita ini burung GARUDA bukan burung emprit...tapi pemimpin mempersepsikan diri bagai emprit...

Menurut Anis Matta, pada gelombang ke-3 sejarah bangsa kita tidak lagi memerlukan pemimpin/gaya otoriter.

Menurut Anis Matta kita memerlukan presiden pencipta musim. Dialah yg akan memperbaiki mood publik.

Pemimpin inilah yang akan menciptakan suasana kondusif bagi kebangkitan Bangsa Indonesia ke depan.

Sehingga hukum akan menjadi alat bagi mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umum...

Dan senyum pemimpin menjadi sumber kemantapan hati, keyakinan dan kepercayaan satu sama lain...

Sekian.

*https://twitter.com/Fahrihamzah

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan